tasbih ilham
Sejarah | 2025-08-16 21:11:54

Fiqih Sirah: Membaca Kembali Sejarah Nabi untuk Kehidupan Kekinian
Pendahuluan
Fiqih sirah merupakan salah satu cabang keilmuan Islam yang menekankan pada pemahaman mendalam terhadap perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan sekadar membaca kisah sejarah, fiqih sirah mengajarkan bagaimana mengambil pelajaran, hikmah, serta nilai praktis dari kehidupan Nabi untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami fiqih sirah, umat Islam dapat menjadikan sirah sebagai panduan hidup, bukan hanya cerita masa lalu.
Di era modern, umat Islam berhadapan dengan tantangan besar: derasnya arus informasi, degradasi moral, hingga krisis identitas generasi muda. Dalam kondisi demikian, fiqih sirah hadir bukan sekadar kajian akademik, tetapi juga solusi praktis yang membumikan nilai-nilai Rasulullah agar tetap relevan. Artikel ini mencoba mengupas fiqih sirah secara ilmiah dengan pendekatan populis agar mudah dipahami oleh berbagai kalangan, sekaligus relevan dengan tantangan zaman sekarang.
Fiqih Sirah dalam Sejarah Islam
Secara bahasa, kata fiqih berarti pemahaman mendalam, sementara sirah berarti perjalanan hidup. Dengan demikian, fiqih sirah dapat dipahami sebagai upaya memahami perjalanan hidup Rasulullah SAW bukan hanya pada aspek kronologis, tetapi juga makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Ulama seperti Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi menekankan bahwa memahami sirah Nabi harus dengan pendekatan fiqih, sehingga umat dapat menjadikan sirah sebagai pedoman hidup, bukan sekadar kisah nostalgia.
Contoh penting adalah peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah. Dalam perspektif fiqih sirah, hijrah bukan sekadar perpindahan geografis, melainkan langkah strategis dalam membangun masyarakat baru yang kondusif bagi dakwah. Pelajaran yang bisa diambil adalah pentingnya strategi, kesabaran, serta keberanian dalam melakukan perubahan demi tujuan besar. Relevansinya hari ini adalah perlunya umat Islam berani melakukan transformasi sosial, pendidikan, dan budaya agar mampu bertahan di era globalisasi.
Peristiwa lain yang signifikan adalah Piagam Madinah, sebuah dokumen yang dianggap sebagai konstitusi pertama di dunia. Dokumen ini mengatur masyarakat Madinah yang plural—berbagai suku dan agama—dengan prinsip keadilan, toleransi, dan tanggung jawab bersama. Dalam konteks modern, nilai-nilai Piagam Madinah relevan diterapkan di negara multikultural seperti Indonesia. Fiqih sirah mengajarkan bahwa keberagaman bukan ancaman, melainkan kekuatan untuk membangun harmoni sosial.
Dimensi Populis dalam Fiqih Sirah
Fiqih sirah memiliki dimensi populis, yakni mudah dipahami dan diterapkan oleh masyarakat umum. Nilai-nilai kehidupan Nabi sangat sederhana, tetapi berdampak luas. Misalnya, dalam ranah keluarga, beliau mencontohkan kelembutan dan kasih sayang. Dalam ekonomi, Nabi menegakkan kejujuran dalam berdagang. Dalam politik, beliau menerapkan prinsip musyawarah, bukan otoritarianisme. Semua ini adalah praktik sehari-hari yang bisa langsung diterapkan oleh umat.
Contoh menarik lain adalah Perjanjian Hudaibiyah. Meski pada awalnya tampak merugikan umat Islam, Nabi menerima kesepakatan itu demi terciptanya perdamaian jangka panjang. Dari sini kita belajar bahwa kebijaksanaan, kesabaran, dan visi jangka panjang lebih penting daripada kemenangan sesaat. Prinsip ini relevan dalam kehidupan sosial dan politik modern, di mana kompromi yang bijak sering kali menghasilkan stabilitas dan kedamaian.
Dengan demikian, dimensi populis fiqih sirah membuatnya tidak hanya layak dikaji di ruang akademik, tetapi juga dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia adalah ilmu yang membumi, membentuk akhlak individu sekaligus membangun tatanan sosial yang lebih baik.
Fiqih Sirah untuk Kehidupan Kekinian
Relevansi fiqih sirah di era modern tidak bisa dipungkiri. Dalam bidang pendidikan, fiqih sirah dapat membentuk karakter generasi muda. Dengan mengenalkan teladan Rasulullah sejak dini, anak-anak tumbuh dengan moral yang kuat meskipun terpapar budaya global. Dalam bidang sosial, fiqih sirah mengajarkan pentingnya toleransi, kepedulian, dan solidaritas—nilai yang sangat penting di tengah masyarakat yang makin individualis.
Dalam politik, fiqih sirah menampilkan model kepemimpinan Nabi yang berbasis musyawarah. Prinsip syura ini sangat relevan dengan demokrasi modern. Pemimpin yang meneladani Nabi adalah pemimpin yang adil, amanah, dan berpihak pada rakyat. Hal ini menjadi inspirasi besar bagi pembangunan sistem pemerintahan yang humanis.
Selain itu, fiqih sirah juga relevan di era digital. Generasi muda sebagai pengguna utama media sosial dapat mengambil inspirasi dari dakwah Nabi: menyampaikan kebaikan dengan hikmah, kelembutan, dan kesabaran. Alih-alih menyebarkan ujaran kebencian, mereka bisa menggunakan platform digital untuk menyebarkan pesan positif, edukatif, dan mempersatukan umat.
Bahkan dalam isu global seperti krisis lingkungan, fiqih sirah juga relevan. Nabi mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam, tidak berlebih-lebihan, dan hidup selaras dengan ciptaan Allah. Nilai ini bisa menjadi dasar bagi umat Islam untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menghadapi perubahan iklim.
Kesimpulan
Fiqih sirah adalah jembatan antara sejarah dan realitas kehidupan modern. Dengan memahami sirah Nabi Muhammad SAW secara mendalam, umat Islam dapat mengambil hikmah yang relevan untuk menjawab tantangan zaman. Fiqih sirah tidak hanya penting dalam dunia akademis, tetapi juga praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah ilmu yang membentuk pribadi berakhlak, masyarakat toleran, dan peradaban yang berkeadilan.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk terus mempelajari fiqih sirah, bukan sekadar sebagai sejarah, tetapi sebagai pedoman hidup. Dengan demikian, umat Islam mampu menghadirkan wajah Islam yang damai, inklusif, dan rahmatan lil ‘alamin.
Daftar Pustaka
· Al-Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhan. (2000). Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah. Beirut: Dar al-Fikr.
· Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. (2001). Ar-Rahiq al-Makhtum. Riyadh: Darussalam.
· Qardhawi, Yusuf. (1998). Fiqh al-Sirah. Kairo: Maktabah Wahbah.
· Hamka. (1981). Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.