
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan bahwa di tengah perlambatan ekonomi global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang baik. Hal tersebut tercermin dari capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen year on year pada kuartal II 2025.
Mahendra pun menyinggung laporan Dana Moneter Internasional (IMF) yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi (PE) global termasuk Indonesia, di mana sebelumnya IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,7 persen pada tahun ini menjadi 4,8 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2025.
“(Revisi IMF) ini mencerminkan kepercayaan yang terus terjaga terhadap kekuatan perekonomian (Indonesia) yang didukung oleh kondisi fiskal serta sektor keuangan yang solid,” ucap Mahendra dalam gelaran Risk & Governance Summit 2025, Jakarta Selatan, Selasa (19/8).
Sementara itu, Mahendra juga menyinggung lembaga pemeringkat global Standard & Poor’s mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB untuk jangka panjang dan A2 untuk jangka pendek dengan outlook stabil. Menurut Mahendra, laporan tersebut juga mencerminkan kepercayaan yang terus terjaga terhadap kekuatan perekonomian nasional.
Mahendra pun mendorong pemerintah untuk terus menyatakan dukungan dalam meningkatkan daya saing dan memperluas akses pembiayaan pada program prioritas nasional, karena menurutnya peran lembaga keuangan dapat ditingkatkan untuk membiayai berbagai program prioritas.
“Hal ini yang menjadi semakin krusial dalam menopang pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan nasional kita,” tutur Mahendra.
Sebelumnya, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 dan 2026. Revisi ini didorong oleh lonjakan belanja global yang lebih tinggi dari perkiraan menjelang kenaikan tarif AS per 1 Agustus, serta penurunan tingkat tarif efektif AS dari 24,4 persen menjadi 17,3 persen.
Meski demikian, IMF memperingatkan bahwa perekonomian global masih menghadapi risiko besar, termasuk kemungkinan kenaikan kembali tarif, ketegangan geopolitik, dan defisit fiskal yang membesar, yang dapat mendorong kenaikan suku bunga serta memperketat kondisi keuangan global.
“Ekonomi dunia masih terluka, dan akan terus terluka selama tarif tetap tinggi, meskipun tidak separah yang dikhawatirkan,” ujar Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas seperti dilansir Reuters, dikutip Selasa (19/8).
Kemudian, dalam laporan World Economic Outlook edisi Juli 2025, IMF merevisi 0,1 poin persentase ekonomi domestik menjadi 4,8 persen pada 2025, begitu juga dengan 2026 menjadi 4,8 persen.