Kevin Sanjaya Sukamuljo ingat betul rasanya baru bergabung dengan PB Djarum pada 2007 silam. Bergabung di klub bulu tangkis tersebut mampu membuka jalan kesuksesan bagi Kevin: segudang medali dan bertengger di peringkat satu dunia bersama partner-nya, Marcus Gideon “The Minions”.
Sejak kecil, Kevin sudah tampak punya bakat dan minat di bulu tangkis. Latihan berjam-jam sudah jadi makanan sehari-hari. Berawal dari mimpi, dia dan Marcus menangkan All England 2017, harumkan nama negeri. Pensiun pada 2024, nama Kevin masih dielukan sebagai salah satu pemain ganda terbaik di generasinya.
Lalu, seperti apa kisah Kevin dan dukungan orang sekitarnya?
Kilas Balik Masuk PB Djarum
Tahun 2007, Kevin pertama kali masuk klub PB Djarum di Kudus. Itu merupakan percobaan kedua, sebab tahun sebelumnya dia gagal di audisi.
“Pastinya [pas gagal masuk] pengin coba lagi. Dan setelah itu memang saya latihannya dari yang seminggu tiga kali jadi hampir setiap hari untuk ikut lagi audisi yang tahun depannya, sih,” kata Kevin kepada kumparan, Selasa (5/8/2025).
“Kenapa coba lagi karena saya pengen bisa masuk Djarum. Karena Djarum mungkin klub yang terbaik untuk saat ini di Indonesia, ya,” imbuhnya.
Tak ingin sia-siakan kesempatan, Kevin fokus berlatih dan mampu bersaing di pertandingan nasional maupun internasional. Pria kelahiran Banyuwangi itu bercerita, awalnya tidak mudah latihan intensif setiap hari dan jauh dari orang tua.
Jiwa kompetitif Kevin sudah terlihat sejak dia bermain tunggal di awal masuk PB Djarum. Terkenal tak takut dengan lawan, Kevin selalu berusaha maksimal di pertandingan. Setidaknya itu yang begitu diingat Manajer Tim PB Djarum, Fung Permadi. Coach Fung masih ingat masa-masa Kevin baru masuk ke PB Djarum. Meski postur Kevin tergolong kecil, namun kemampuannya di atas rata-rata.
“Dia bisa mengantisipasi pukulan-pukulan dari lawan sehingga dia tidak pernah kesulitan. Itu kesan pertama saya yang cukup mendalam tentang Kevin,” jelasnya saat bertemu dengan kumparan di GOR Djarum Petamburan, Jakarta Barat, Rabu (30/7/2025).

Fung ingat saat Kevin masih berumur sekitar 14 tahun, bertanding di Surabaya. Waktu itu Kevin belum bisa mengatasi kekalahannya.
“Sudah terlihat jelas bahwa dia tidak mau kalah. Ada satu pertandingan yang saya lihat sendiri bahwa dia kalah di babak awal, kemudian dia menyendiri di pojok, menangis, sampai kita pun tidak bisa–(kami) sedikit menghibur dia,” kata Fung.
Dilema sempat muncul saat pelatih menyarankan Kevin masuk ke tim ganda putra yang mengharuskannya berlatih di Jakarta. Terlebih, saat itu belum ada teman seumuran yang bermain ganda penuh waktu. Meski begitu, Kevin bersyukur para pelatih dan keluarga sangat mendukungnya.
“Saya punya pelatih di tunggal, namanya Koh Ferry. Dia ngajak ngobrol saya, yakinin saya terus untuk akhirnya oke pindah ke ganda,” ujar Kevin.
Begitu pindah ke Jakarta untuk bermain ganda, Kevin langsung dapat juara. Pelatih ganda putra PB Djarum, Ade Lukas, adalah sosok penting di balik prestasi itu, yang menilai Kevin memang punya potensi di nomor ganda.
“Dulu waktu diminta pindah sempat tidak mau, karena, kan, waktu itu masih remaja kalau tidak salah belum 15 tahun, masih ingin main tunggal. Tapi ternyata pilihan ini tidak salah, saya malah bersyukur. Mau main di ganda campuran atau ganda putra sama saja,” ujar Kevin.
Pelatih lain yang juga menjadi sosok penting di perjalanan Kevin Sanjaya adalah Sigit Budiarto.

Menurut mantan pebulu tangkis itu, ciri khas Kevin adalah membuat lawan susah. Itu juga yang jadi ‘menu’ latihan Kevin sebelum pertandingan.
“Bola-bolanya memang terkenal sulit. Jadi, dia harus bisa melihat lawan, kemudian bagaimana menentukan pola bermain saat berhadapan dengan lawan siapa pun. Kita bikin di dalam simulasi latihan, sehingga dia akan terbiasa pada saat pertandingan,” jelas Sigit saat ditemui kumparan, Jumat (1/8/2025).

Ia mengingat Kevin sebagai pribadi yang pantang menyerah. Selama latihan pun Kevin tak pernah mengeluh. “Saat dia bertanding, dia mengeluarkan kemampuan semaksimal yang dia bisa dan itu tidak semua [atlet] punya. Kalau sudah kalah, dia mau berusaha untuk ngelawan lagi,” ujar Sigit.
Hal senada juga disampaikan mantan atlet Pelantas PBSI era 1975-1980, Akhmad Khafidz Basri Yusuf. Basri yang saat ini menjabat Ketua Pengurus Provinsi PBSI Jawa Tengah melihat Kevin sebagai sosok pebulutangkis yang bertalenta luar biasa.
“Kalau dilihat postur, ya, pendek, tetapi dia bisa mengkompensasi dengan posturnya dia, yaitu dengan agility-nya yang kuat, yang bagus, reaksinya yang cepat, kemudian pukulan-pukulannya yang susah ditebak, ya, seperti itu,” ujar Basri di kediamannya di Semarang, Minggu (3/8/2025).
Meski selama ini, Kevin tak bersinggungan dengan PBSI Jawa Tengah sebagai atlet perwakilan Jawa Tengah, namun Basri menilai Kevin bisa dijadikan sosok inspiratif bagi atlet-atlet muda bulutangkis di seluruh Indonesia. Ia pun mengapresiasi PB Djarum yang telah membina dan melahirkan sosok-sosok inspiratif.
Masuk Pelatnas, Bikin Lawan Was-was

Kevin mengaku menikmati prosesnya berangkat dari Banyuwangi, masuk PB Djarum, hingga bergabung di Pelatnas PBSI. Adalah Aryono Miranat, Technical Advisor di PB Djarum yang sempat menjadi pelatih ganda putra di Pelatnas.
Ia ingat betul sosok Kevin sebagai atlet yang lincah dengan kemampuan menonjol. Selain itu, Kevin menguasai teknik bermain, membuatnya lebih unggul dari teman-temannya.
“Perkembangannya sangat cepat ya. Dia dari masuk Pelatnas itu tidak berapa lama, dia sudah bisa juara di Super 300, lalu naik ke 500, ke 750, lalu ke 1.000,” ujar Coach Aryono kepada kumparan, Rabu (30/7/2025).

“Awalnya semua tidak menduga, ya, ‘Oh, Kevin terlalu kurus, kecil’ gitu. Tapi ada potensi di dia karena bakatnya itu lebih. Orangnya ngeyel, latihan juga tidak mau kalah. Di lapangan sangat cepat, terutama di permainan depan net-nya. Jadi orang lain sulit untuk mengantisipasi bola-bola depannya,” tambahnya.
Aryono tahu betul Kevin memiliki daya juang–fighting spirit yang tinggi. Sosok Kevin juga dikenal tengil di lapangan. Ini justru jadi ciri khas pemain kelahiran 1995 itu: tak gentar dengan siapapun lawannya.
“Pemain Denmark kan rata-rata tengil, ya. Ternyata si Kevin lebih tengil lagi. Jadi [sifat] enggak mau kalahnya, ya, itu, ditengilin lagi. Ledek-ledekan di lapangan kan sering. Sebenarnya enggak boleh, cuman Kevin kadang suka bandel juga, kan,” tutur Aryono.
Dia bangga menjadi salah satu orang yang ada di momen Kevin meniti karier. Seperti saat Kevin memenangkan turnamen empat kali berturut-turut di China–yang tentu tidak mudah mempertahankan prestasi ini.
Dukungan dari Rumah

Winartin Niawati berbinar saat menceritakan masa kecil Kevin Sanjaya. Masih jelas di ingatan Nia dan suami, Sugiarto Sukamuljo, saat mereka mengantar Kevin dan kakaknya latihan bulu tangkis pulang pergi dari Banyuwangi ke Jember sebanyak 4 kali seminggu. Saat itu, usia Kevin masih 5 tahun.
Sebagai ibu, Nia mendukung penuh keinginan Kevin untuk fokus jadi atlet. Tak pernah ada keharusan untuk juara, pun tak pernah memarahi Kevin jika kalah.
Nia harus rela berjauhan dengan Kevin saat Kevin masuk PB Djarum. Dia ingat betul dilema mengirim Kevin ke Jakarta untuk bermain ganda.
“[Kevin] maunya tetap di tunggal waktu itu. Saya sampai bilang sama pelatihnya, ‘Kalau bisa di tunggal dulu aja’. Tapi kalau memang harus di ganda, ya, enggak apa-apa. Terus saya bilang sama Kevin, ‘Kalau memang pelatih tahu Kevin harus di ganda, dicoba aja.’ Siapa tahu di situ memang letaknya kesuksesan dia,” kenang Nia.