PRESIDEN Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 1.178 narapidana yang terbit pada 1 Agustus 2025. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan salah seorang penerima amnesti adalah Yulianus Paonganan (Ongen), terpidana perkara Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan penghinaan kepada Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.
“Yulianus Paonganan itu kasus ITE juga, jadi yang terkait dengan penghinaan kepada kepala negara,” kata Supratman dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Dia menyebutkan amnesti diberikan kepada narapidana dengan latar belakang perkara beragam, seperti narkotika, makar tanpa senjata di Papua, gangguan jiwa, penderita penyakit kronis, disabilitas intelektual, dan narapidana usia lanjut. Amnesti diberikan dalam rangka rekonsiliasi nasional dan memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. Selain Ongen, penerima amnesti lainnya adalah Sugi Nur Raharja alias Gus Nur.
Lantas, siapakah kedua terpidana yang terlibat perkara dengan mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut?
Yulianus Paonganan, Pembuat Unggahan yang Dianggap Menghina Jokowi
Yulianus Paonganan alias Ongen menerima amnesti dari Prabowo bersamaan dengan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, terdakwa perkara dugaan suap penggantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Harun Masiku.
Ongen adalah terpidana perkara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perihal penghinaan kepada kepala negara saat itu, Jokowi.
Pria 55 tahun itu sempat menarik perhatian ketika perkaranya disidangkan pada 2015-2016. Ongen berurusan dengan hukum gara-gara cuitannya di akun Twitter @ypaonganan pada 2015 yang dinilai menghina Jokowi.
Unggahan tersebut berupa gambar Jokowi duduk di sebelah artis Nikita Mirzani dengan tagar #PapaDoyanLo***. Polisi lalu menangkapnya pada 17 Desember 2015 dengan tuduhan menyebarkan pornografi lewat media sosial Twitter (kini X) dan Facebook.
Polisi menemukan sedikitnya 200 cuitan dengan tagar tersebut di akun @ypaonganan. “Saya nggak nyangka, tiba-tiba rame aja,” ujar Ongen saat diwawancara Tempo pada 10 Januari 2016.
Sebenarnya, foto Jokowi dan Nikita itu hasil jepretan lama, ketika mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, itu maju pemilihan gubernur berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2012.
Doktor Ilmu Kelautan dari IPB University itu mengaku sama sekali tak menyangka unggahan yang dibuatnya menarik perhatian. Dalam persidangan, dia mengaku tidak berniat menghina Presiden dengan unggahannya.
Materi yang diunggah Ongen dinilai sebagai ujaran kebencian. Polisi waktu itu memeriksa empat saksi, yakni dua pelapor dan dua saksi ahli dari hukum pidana dan bahasa. Dia pun dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Dia juga dianggap menyebarkan konten pornografi, sehingga polisi menjeratnya dengan Undang-Undang Pornografi. Polisi menilai secara eksplisit memuat tentang persenggamaan dan alat kelamin. Itu sebabnya dia disangka melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e UU Pornografi, sehingga terancam hukuman hingga 12 tahun.
Pada Mei 2016, Ongen diputus bebas dalam pengadilan sela karena hakim menilai tuntutan jaksa tidak tepat sehingga perkara tidak bisa dilanjutkan ke penuntutan. Namun jaksa memperbarui dakwaan dan Ongen kembali disidang. Kali ini, dia diputus bersalah dan mendapat hukuman 9 tahun.
Menurut Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, perkara Ongen berkaitan dengan politik, sehingga diberi amnesti oleh Presiden Prabowo.
“Memang itu, kan, tindak pidana terkait politik, ya, seperti kita ketahui pidana seperti itu memang menjadi subjek amnesti dan abolisi. Jadi Pak Ongen itu sudah divonis, tetapi sekian lama tidak dieksekusi putusannya,” kata Yusril di Jakarta pada Senin, 4 Agustus 2025, seperti dikutip dari Antara.
Yusril menjelaskan, setelah Presiden memberikan amnesti kepada terpidana perkara penghinaan kepala negara itu, hukuman terhadap yang bersangkutan otomatis dihapuskan. “Jadi enggak akan ada eksekusi, enggak akan ada tuntutan baru, persoalannya menjadi selesai,” ujar Yusril.
Menurut dia, amnesti untuk terpidana yang berseberangan dengan pemerintah sudah pernah diberikan sebelumnya. Karena itu, Yulianus Paonganan diusulkan mendapatkan amnesti kepada Menteri Hukum.
Sugi Nur Raharja, Dipenjara Gara-gara Bahas Ijazah Jokowi
Presiden Prabowo juga memberikan amnesti kepada Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, terpidana perkara ujaran kebencian, ITE, dan penistaan agama. Dalam salinan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberian amnesti kepada 1.178 narapidana yang terbit pada 1 Agustus 2025, Gus Nur ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surakarta, Jawa Tengah. "Sugi Nur Raharja als Gus Nur," tulis Keppres tersebut.
Gus Nur juga telah menjalani masa bebas bersyarat. Dia keluar dari penjara pada 27 April 2025.
Sugi Nur Raharja alias Gus Nur. ANTARA FOTO/Kemal Tohir
Perkara ini bermula Saat Sugi Nur Raharja mengundang Bambang Tri Mulyono dalam podcast di kanal YouTube Gus Nur 13 Official. Dalam podcast itu, Gus Nur mengundang Bambang Tri untuk membahas dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi.
Dalam siniar itu, Gus Nur menantang Bambang Tri melakukan sumpah mubahalah untuk meyakinkan informasi yang diberikan benar. Bambang Tri adalah penulis buku kontroversial berjudul Jokowi Undercover. Dia termasuk orang yang pertama kali menggugat keaslian ijazah Jokowi.
Akibat acara itu, Gus Nur divonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Solo pada 18 April 2023. Putusan Majelis Hakim itu lebih ringan bila dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas terdakwa, yaitu 10 tahun penjara.
Vonis diputuskan Majelis Hakim yang diketuai Moch. Yuli Hadi dan hakim anggota Hadi Sunoto dan Bambang Aryanto, setelah membacakan berkas putusan perkara.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa (Gus Nur) selama 6 tahun,” ujar Yuli membacakan vonis kepada Gus Nur dalam persidangan.
Hakim menilai Gus Nur terbukti melanggar Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Umum Pidana, juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan perdana primer tentang keonaran.
Lebih lanjut Yuli menyebutkan, dalam perkara ini, disita sejumlah barang bukti seperti 1 flashdisk berisi video unggahan kanal YouTube Gus Nur 13 Official, dua lembar screenshot unggahan video pada akun YouTube Gus Nur 13 Official, dua unit kursi, kamera, stand mic, dan lainnya.
“Atas putusan tersebut, silakan pihak terdakwa dan JPU menentukan langkah selanjutnya apakah akan pikir-pikir, atau seperti apa, monggo,” ucap Yuli.
Menanggapi vonis itu tim kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan banding. “Kami dengan putusan tadi, kami pasti dan yakin akan mengajukan banding,” ucap Koordinator Tim Kuasa Hukum Gus Nur, Andhika Dian Prasetyo.
Adapun tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum yang diwakili Apriyanto Kurniawan menyatakan akan pikir-pikir. "Tanggapan kami terhadap putusan hakim maka kami akan pikir-pikir," kata Apriyanto.
Menanggapi jawaban dari JPU, Hakim pun menyatakan memberikan waktu selama 7 hari kepada JPU untuk pikir-pikir.
Sementara saat Gus Nur juga dimintai tanggapannya, ia menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. "Saya menyerahkan semuanya kepada Allah, insya Allah pengadilan Allah yang nanti yang akan berlaku," ucapnya dalam persidangan.
M. Raihan Muzzaki, Yudono Yanuar, Avit Hidayat, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mengapa Pengibaran Bendera One Piece Dianggap Ancaman