
PENGAMAT Pertanian, Syaiful Bahari menyampaikan bahwa pemberlakuan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui aplikasi mungkin dimaksudkan menekan jatuhnya beras SPHP ke pihak-pihak tertentu digunakan untuk beras oplosan.
"Namun, persoalannya ada penduduk miskin penerima bansos tidak semuanya melek teknologi digital. Ini yang merepotkan," kata Syaiful saat dihubungi, Selasa (2/9).
Selain itu, sambung Syaiful, data penduduk miskin juga terus berubah-ubah dan tidak sinkron antara satu kementerian dengan kementerian lainnya.
"Ini juga yang menyulitkan distribusi SPHP tidak pernah tepat sasaran," bebernya.
Di sisi lain, Syaiful menyebut bahwa pembatalan penaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras SPHP menjadi persoalan sendiri. Jika HET dinaikkan, lanjut Syaiful, hal itu akan mengerek harga beras medium dan premium karena harga beras SPHP adalah barometer harga beras di pasar rakyat.
"Tetapi jika tidak dinaikkan, sudah pasti kualitas beras SPHP akan buruk, karena antara harga gabah yang kini sudah sekitar Rp7.000 ke atas, akan menaikkan biaya produksi yang akhirnya kualitas beras dikorbankan. Itu sebabnya di beberapa tempat diberitakan beras SPHP banyak kualitasnya yang jelek," pungkasnya. (H-3)