
Nilai fantastis tunjangan reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan upaya setengah hati parlemen mendengar tuntutan rakyat. Itu sekaligus menambah beban keuangan negara di tengah impitan ekonomi yang dialami masyarakat.
"Kenaikan dana reses mencerminkan jauhnya kepekaan DPR RI pada rakyat miskin dan juga kelas menengah yang pendapatannya jalan di tempat," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat dihubungi, Senin (13/10).
Penambahan tunjangan reses anggota DPR juga dinilai menambah luka masyarakat. Padahal pada akhir Agustus lalu rakyat menuntut agar para wakil rakyat untuk ikut berhemat dan menekan pendapatan yang dirasa tak masuk akal.
Nilai rupiah yang dikantongi para anggota DPR juga sejauh ini tampak tertutup, tak terlihat seperti apa penggunaannya. Padahal itu merupakan uang negara yang diberikan agar parlemen bekerja untuk kepentingan rakyat.
"Apalagi tanpa laporan pertanggungjawaban yang transparan, dana reses bisa menjadi ladang penyalahgunaan dan simbol ketamakan politisi yang mengaku wakil rakyat," kata Usman.
Dia turut mempertanyakan rasionalitas tunjangan reses tersebut. Skema hitungan seperti apa yang digunakan sehingga nilai fantastis tersebut akhirnya diputuskan untuk dikantongi oleh anggota DPR.
"Apakah kenaikan itu menimbang isu tuntutan rakyat dalam demonstrasi akhir Agustus lalu? Apakah proses penentuannya itu dilakukan secara terbuka, transparan ke publik atau terjadi diam-diam dan baru terungkap setelah ditanya wartawan?" tutur Usman.
"Jadi, sebelum bicara kenaikan tunjangan dan pendapatan, DPR seharusnya memenuhi apa yang menjadi tuntutan rakyat dalam demonstrasi akhir Agustus," pungkasnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui adanya penaikan dana reses dari periode sebelumya (2019-2024) senilai Rp400 juta menjadi Rp702 juta pada periode saat ini.
Ia mengatakan penaikan dana tersebut telah dihitung oleh Sekretariat Jenderal DPR dengan melihat penambahan indeks kegiatan dan jumlah titik. "Jadi itu bukan penaikan. Jadi itu kebijakan per periode anggota DPR yang berbeda. Jadi kalau periode 2019-2024, itu indeks dan jumlah titiknya berbeda," kata Dasco, Sabtu (11/10).(P-1)