Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI (kode saham: BBNI) memberi sinyal bahwa rasio dividen (dividend payout ratio) tahun buku 2025 yang akan ditetapkan pada 2026 tidak akan berbeda jauh dari sebelumnya.
Direktur Finance & Strategy BNI Hussein Paolo Kartadjoemena mengatakan, rasio dividen kemungkinan besar akan berada di kisaran 65 persen dari laba bersih.
“Tapi tentu ini masih menunggu keputusan RUPS Tahunan,” kata Paolo menjawab pertanyaan investor dalam Public Expose Live 2025 di Jakarta, Senin.
Paolo menegaskan bahwa penentuan besaran dividen merupakan wewenang dari pemegang saham utama, dalam hal ini pemerintah melalui Danantara.
Namun dari sisi manajemen, perseroan ingin penetapan dividen berada pada tingkat yang berkelanjutan dalam jangka menengah.
“Jadi, tentu kami juga melihat tidak hanya potensi pertumbuhan atau laba di satu tahun, tapi juga dalam tahun-tahun ke depan,” ujar Paolo.
Dengan mempertimbangkan prospek pertumbuhan, ia menambahkan bahwa BNI juga perlu memastikan permodalan yang memadai guna menopang peningkatan kredit pada tahun-tahun mendatang.
“Sehingga walaupun ini nanti baru akan diputus di RUPS Tahunan ke depan, kemungkinan besar dividen itu akan di-set di kisaran yang mirip dengan tahun sebelumnya, yaitu 65 persen,” kata Paolo.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang lalu, BNI menetapkan rasio dividen sebesar 65 persen dari laba bersih tahun buku 2024.
Dividen tunai BNI tersebut mencapai Rp13,95 triliun atau Rp374 per saham. Pemegang saham mayoritas atau Negara menerima sebesar Rp8,37 triliun dari total dividen.
Adapun laba bersih perseroan tahun buku 2024 sebesar Rp21,46 triliun. Selain dividen, sebesar 35 persen lainnya dari laba atau senilai Rp7,5 triliun digunakan sebagai saldo laba ditahan untuk pengembangan usaha berkelanjutan BNI Group ke depan.
Hingga semester I 2025, BNI membukukan laba bersih secara konsolidasi sebesar 10,1 triliun.
Dari sisi penghimpunan dana masyarakat, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 16,5 persen year on year (yoy) menjadi Rp900 triliun, dengan rasio dana murah (CASA) menjadi 72,0 persen.
Sedangkan dari sisi intermediasi, penyaluran kredit BNI tumbuh 7,1 persen yoy mencapai Rp778,7 triliun. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat turun menjadi 1,9 persen.
Rasio permodalan berada pada level sehat dengan capital adequacy ratio (CAR) mencapai 21,1 persen. Sedangkan loan to deposit ratio (LDR) dijaga di level yang sehat untuk dapat mengoptimalkan pertumbuhan DPK dan kredit hingga sisa tahun 2025.
Baca juga: BNI revisi target NIM tahun ini dengan pendekatan lebih konservatif
Baca juga: BNI nilai KDKMP tak berdampak negatif ke rasio NPL
Baca juga: BNI tegaskan reputasi global melalui pengakuan Global 2000 Forbes
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.