Liputan6.com, Jakarta Bono, vokalis U2, baru-baru ini mengemukakan kritik tajam terhadap pemerintah Israel, terutama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Kritik ini muncul dalam konteks konflik di Gaza dan masalah kemanusiaan yang mendesak.
Hal ini ia ungkap dalam unggahan di akun Instagram grupnya, Minggu (10/8/2025). Bono, The Edge, Adam Clayton, dan Larry Mullen Jr sama-sama merilis pernyataan dalam unggahan ini. Namun, pernyataan sang vokalis U2 lah yang paling panjang, mencapai 10 halaman.
Di awal unggahannya, vokalis yang dikenal anti-Hamas tersebut mengungkap alasan mengapa ia selama ini lebih banyak diam saat isu mengenai Palestina dan Gaza ramai disuarakan. Ia berkilah, isu ini adalah topik yang kompleks.
"Terlepas dari serangan dalam festival musik Nova pada tanggal 7 Oktober, yang rasanya terjadi saat U2 sedang tampil di Sphere Las Vegas, secara umum saya mencoba untuk menjauhi politik Timur Tengah... ini bukan karena kerendahan hati, lebih karena ketidakpastian dalam menghadapi kompleksitas yang nyata... " tutur Bono.
Ia menambahkan, "Selama beberapa bulan terakhir saya telah menulis tentang perang di Gaza di The Atlantic dan membicarakannya di The Observer, tetapi saya tidak membicarakannya secara blak-blakan."
Sedih Lihat Anak-Anak Kelaparan
Selanjutnya, Bono bicara panjang lebar soal kondisi Sudan dan Ethiopia yang mengenaskan, pembubaran USAID, hingga pemotongan anggaran untuk mendukung golongan marjinal.
"Tapi tapi tapi, memang tidak ada hierarki untuk hal-hal seperti ini," Bono menyambung. Ia juga mengungkap perasaannya saat melihat anak-anak di Gaza yang mengalami kelaparan.
"Gambaran anak-anak kelaparan di Jalur Gaza mengingatkan saya pada perjalanan kerja ke sebuah stasiun makanan di Etiopia yang aku dan istriku Ali lakukan 40 tahun lalu, setelah U2 berpartisipasi dalam Live Aid 1985. Ini adalah kelaparan buatan manusia lainnya," Bono menambahkan.
Pelantun "Sweetest Thing" ini menambahkan, bahwa menyaksikan anak-anak yang kelaparan terasa begitu personal baginya.
"Karena ketika hilangnya nyawa non-kombatan secara massal dan tampak begitu terencana... terutama kematian anak-anak, maka 'kejahatan' bukanlah kata sifat yang berlebihan... dalam kitab suci Yahudi, Kristen, dan Muslim, itu adalah kejahatan yang harus dilawan," cuit Bono.
Kecam Hamas
Selanjutnya, Bono kembali bicara soal serangan 7 Oktober, membayangkan ketakutan yang dialami penikmat musik di Israel. Ia menilai Hamas telah menjebak Israel agar perang bisa berkobar, sehingga peta yang ada bisa disesuaikan dengan ungkapan "The river to the sea."
"Yahya Sinwar tak keberatan kalau ia kalah dalam pertempuran atau bahkan perang, jika ia dapat menghancurkan Israel sebagai kekuatan moral sekaligus ekonomi," kata Bono menyebut nama pemimpin Hamas yang tewas tahun lalu karena serangan Israel.
Bono juga menuduh Hamas sengaja bersembunyi di balik fasilitas sipil. "Aku merasa mual seperti orang lain, tapi mengingatkan diri sendiri bahwa Hamas telah dengan sengaja memposisikan diri mereka di bawah target sipil, dengan membuat terowongan dari sekolah ke masjid hingga rumah sakit," ucapnya.
Kritik Pemerintah Israel dan Benjamin Netanyahu
Dari sini, barulah Bono mengkritik Pemerintah Israel dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Ia menyamakan tindakan pemerintah Israel dengan Hamas.
"Kita tahu Hamas menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang, tapi kini Israel demikian, dan saya merasa muak atas kegagalan moral tersebut. Pemerintah Israel bukanlah bangsa Israel, tapi Pemerintah Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu saat ini pantas mendapatkan kecaman tegas," kata Bono, yang menyebut bahwa ia meyakini Israel punya hak untuk eksis.
"Tidak ada pembenaran atas kebrutalan yang telah (Benjamin Netanyahu) dan pemerintahan sayap kanannya lakukan terhadap rakyat Palestina... di Gaza... di Tepi Barat. Dan bukan hanya sejak 7 Oktober, jauh sebelumnya juga... meskipun tingkat kebobrokan dan pelanggaran hukum yang kita saksikan sekarang terasa seperti wilayah yang belum dipetakan," Bono menggarisbawahi.