INFO NASIONAL - Seratusan siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 16 Malang menyambut kedatangan Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dengan yel-yel dan tiga siswa lainnya membacakan puisi berjudul “Menari di Atas Matahari”.
Puisi karya Ahmad Faturizqi, guru Bahasa Indonesia di SRMP 16 Malang itu dibawakan dengan penuh penghayatan oleh Begja Sudira Wicaksana, Syarif Hidayatullah, dan Muhammad Irham Nizawi. Penampilan mereka mampu menarim perhatian semua yang hadir, termasuk Gus Ipul yang memberi tepuk tangan apresiatif.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Puisi ini diciptakan untuk mewakili keadaan anak-anak, meski ada rasa sakit dan tidak nyaman, namun mereka bertekad untuk menggapai cita-cita,” kata Ahmad, Senin, 8 September 2025.
Sebait puisi yang dibacakan para siswa menohok perasaan banyak orang di ruangan. “Biarlah aku harus jauh dari orang tua dan menangis darah, karena ini bukan hanya tentang cita-cita seorang, melainkan cita-cita bangsa dan negara.”
Usai membaca puisi, seluruh siswa berdiri, saling merangkul, lalu menyanyikan lagu bersama. Atmosfer menjadi penuh semangat dan gairah.
Gus Ipul mengatakan, pembelajaran di Sekolah Rakyat memang menghadapi berbagai dinamika, namun perlahan semua bisa diatasi. “Memang ada tantangan-tantangan ya, dan tantangannya insya Allah bisa diatasi dengan baik. Dinamikanya bisa dicarikan solusi, mulai dari sarana-prasarana, kekurangan SDM, wali asrama, kadang juga ada kekurangan guru mata pelajaran tertentu, itu semua alhamdulillah bisa diatasi dengan baik,” kata Gus Ipul.
Menurut Gus Ipul, sebagian siswa pada awalnya masih beradaptasi dengan sistem sekolah berasrama. “Ada yang homesick, rindu rumah, belum biasa jauh dari orang tua. Itu masalah yang kita hadapi di awal-awal proses pembelajaran. Tapi alhamdulillah seiring waktu sekarang kondisinya sudah lebih stabil. Anak-anak di sini juga sudah semakin nyaman, semakin tenang,” ujarnya.
Gus Ipul menjelaskan, Sekolah Rakyat saat ini merupakan sekolah rintisan yang masih bersifat sementara. Tahun depan ditargetkan sudah tersedia gedung permanen.
“Sekolah ini sifatnya sementara, nanti akan ada bangunan permanen yang akan dibangun tahun ini. Untuk tahap pertama ada 100 titik, bisa jadi lebih, tergantung partisipasi swasta. Targetnya bisa menampung seribu siswa mulai SD, SMP, hingga SMA,” ujarnya.
Selain aspek akademik, Gus Ipul juga menekankan pentingnya kesehatan siswa. “Kita mulai pembelajaran tahun ini dengan diawali cek kesehatan. Seluruh siswa sudah ada medical record-nya. Umumnya memang bermasalah dengan gigi, berat badan, anemia, ada beberapa yang perlu ditindaklanjuti. Maka diberi makanan bergizi, snack-nya juga, agar kebutuhan gizi siswa terpenuhi."
Gus Ipul mengatakan, program talent DNA sebagai instrumen penting untuk memetakan potensi siswa. “Kita sudah mengetahui potensi dari setiap siswa. Kita tahu keunggulannya, geniusnya, bakatnya di mana. Sehingga para guru bisa membimbing sesuai dengan kapasitas, minat, dan potensi mereka sejak awal proses pembelajaran,” ucapnya.
Apresiasi juga diberikan Gus Ipul kepada tenaga pendidik di SRMP 16 Malang yang penuh kesabaran membimbing anak-anak didiknya. “Guru harus lebih sabar, lebih empati karena ini (siswa-siswi) berbeda-beda. Saya juga bangga dengan guru-guru yang memilih mengabdi di Sekolah Rakyat,” ujarnya.
Kepala SRMP 16 Malang, Rida Afriliyasanti, mengatakan, proses belajar tidak hanya bagi siswa, melainkan juga bagi guru. “Selama dua bulan tidak hanya anak-anak yang belajar, kami juga ikut belajar. Semua tenaga kependidikan saling belajar bahu-membahu untuk mencapai tujuan,” kata dia.
Kunjungan Gus Ipul ditutup dengan makan siang bersama siswa-siswi. Anak-anak tampak antusias mendekat, bahkan beberapa meminta tanda tangan. “Mau minta tandatangan Pak Mensos,” ujar Imdan, 13 tahun, sambil menggenggam kertas kecilnya.
Para siswa SRMP 16 Malang tidak hanya menyambut seorang menteri, tapi juga merayakan keyakinan bahwa setiap anak, apapun latar belakangnya, berhak atas mimpi besar. Di balik suara puisi yang lantang, tersimpan pesan bahwa masa depan Indonesia lahir dari keberanian untuk terus bermimpi. (*)