Menurut World Health Organization (WHO) gender merupakan karakteristik perempuan dan laki-laki yang terbentuk secara sosial yang berkaitan dengan norma, perilaku, dan peran sekaligus hubungan antara keduanya. Sebagai konsep yang terbentuk karena konstruksi sosial, peran gender dapat berubah dalam hal positif maupun negatif seiring berubahnya keadaan sosial masyarakat.
Namun, konstruksi sosial gender yang bersifat hierarkis berujung menjadi isu gender. Isu gender merujuk pada ketimpangan peran, hak, dan perlakuan terhadap laki-laki maupun perempuan sehingga menciptakan suatu diskriminasi berdasarkan gender. Dalam meneliti isu gender, ketidaksetaraan gender menjadi garis besar berbagai bentuk isu gender telah menjadi permasalahan global yang menyita perhatian, salah satunya adalah ketidaksetaraan gender.
Ketidaksetaraan gender merupakan ketidaksetaraan peran, hak, dan kewajiban laki-laki dan perempuan atas sesuatu yang berhubungan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Hierarki sosial yang ada menempatkan laki-laki sebagai pihak yang superior sedangkan perempuan menjadi pihak yang terdiskriminasi.
Ketidaksetaraan gender terdapat di dalam hubungan domestik dan keluarga, pekerjaan dan ekonomi, politik, agama, seni, hingga bahasa yang digunakan oleh masyarakat (Wulansari, 2013). Hierarki dalam sosial dan budaya tersebut menjadi salah satu faktor utama isu ketidaksetaraan gender lebih sering terjadi terhadap perempuan.
Ketidaksetaraan gender merupakan permasalahan serius yang dilawan oleh masyarakat sosial di banyak negara, berbagai upaya pemberdayaan manusia dilakukan agar kesetaraan gender tercapai, tidak terkecuali Jepang dan Indonesia.
Jepang merupakan negara unggul dalam sektor ekonomi dan perkembangan sumber daya manusianya. Dilansir dari laman Worldometer, perekonomian Jepang berada di peringkat empat dengan Gross Domestic Product (GDP) senilai $4.204 triliun berdasarkan data dari World Bank tahun 2023.
Secara natural, ketika melihat kemajuan ekonomi dan politik suatu negara secara global, kemajuan yang setara terkait kesetaraan gender negara tersebut cukup tinggi diharapkan. Karena kemajuan ekonomi mendukung peluang terbukanya akses pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerja bagi penduduknya menjadi lebih mudah di mana hal tersebut merupakan bagian penting dalam perkembangan sumber daya manusia suatu negara agar kesetaraan gender negara tersebut meningkat.
Tetapi, berdasarkan Global Gender Gap Report (GGGR) tahun 2025 yang dipublikasi oleh World Economic Forum (WEF), kesetaraan gender di Jepang justru berada di peringkat 118 dari total 148 negara dengan skor 0,666 persen dan peningkatan hanya 0,003 persen dari tahun 2024. Begitu juga dengan Indonesia. Melihat pertumbuhan ekonomi dan politik Indonesia sebagai negara berkembang, ekspektasi serupa akan perkembangan kesetaraan gender di Indonesia turut diharapkan.
Secara ekonomi, Indonesia berada di peringkat 16 dengan GDP senilai $1.371 triliun. Jika dibandingkan dengan Indonesia, perkembangan ekonomi Jepang lebih tinggi. Tetapi, indeks kesetaraan gender Indonesia berada sedikit di atas Jepang, yaitu berada pada peringkat 97 dengan skor 0,692 (Global Gender Gap Report 2025). Kemudian berdasarkan data Gender Inequality Index 2024 (GII) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia pada tanggal 5 Mei 2025, ketidaksetaraan gender Indonesia dalam waktu lima tahun terakhir menunjukkan penurunan yang konsisten.
Meskipun kesetaraan gender Indonesia mengalami kenaikan dan lebih tinggi dari Jepang, tidak dipungkiri bahwa indeks kesetaraan gender kedua negara tersebut belum memenuhi ekspektasi dan jauh dari kata setara. Hal tersebut terjadi karena kemajuan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan kesetaraan gender suatu negara dibandingkan dengan representasi perempuan yang kuat di sektor politik dan pembuatan keputusan.
Secara global, kesetaran gender dalam sektor politik Indonesia berada pada peringkat 103 dengan skor 0,153 sedangkan Jepang berada pada peringkat 125 dengan skor 0,085 (Global Gender Gap Report 2025). Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan pekerjaan formal seperti sektor pemerintahan terutama dalam bidang pemberdayaan yang memiliki peran penting untuk meningkatkan kualitas negara dan sumberdaya manusia, lebih banyak diisi oleh laki-laki. Representasi perempuan dalam parlemen Indonesia mencapai 22,46 persen, meningkat sebanyak 0,32 persen dari tahun sebelumnya dan representasi laki-laki dalam anggota parlemen menurun menjadi 77,54 persen (Gender Inequality Index 2024).
Sedangkan di Jepang, representasi perempuan di tahun 2024 dalam House of Representatives hanya mencapai 11 persen dan House of Councillors mencapai 26,4 persen (Gender Equality Bureau, 2024). Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan, meskipun terdapat kenaikan, selisih angka representasi perempuan dengan representasi laki-laki terbilang cukup tinggi. Secara subindeks politik, tingkat kesetaraan gender Indonesia dan Jepang berturut-turut berada di peringkat 103 dengan skor 0,153 dan peringkat 125 dengan skor 0,085. Dimana angka tersebut sangat rendah sehingga tidak mengangkat indeks kesetaraan gender secara...