Liputan6.com, Jakarta- Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) dikabarkan tengah melakukan penyelidikan serius terhadap Federasi Sepak Bola Norwegia (NFF). Hal ini menyusul insiden dukungan masif terhadap Palestina oleh suporter Norwegia dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Israel pada 11 Oktober 2025 di Stadion Ullevaal, Oslo.
Aksi solidaritas ini, yang melibatkan pengibaran bendera dan spanduk pro-Palestina, berpotensi melanggar aturan ketat FIFA yang melarang campur tangan politik dalam sepak bola. Akibatnya, Norwegia kini menghadapi ancaman sanksi berat yang dapat memengaruhi partisipasi mereka di kancah internasional.
Insiden ini menyoroti dilema antara kebebasan berekspresi dan prinsip netralitas olahraga yang dipegang FIFA, terutama di tengah konflik geopolitik yang sensitif. FIFA dikenal tegas dalam menerapkan aturan ini, dengan beberapa preseden sanksi yang pernah dijatuhkan sebelumnya.
Insiden Dukungan Palestina di Stadion Ullevaal
Pada tanggal 11 Oktober 2025, suasana di Stadion Ullevaal, Oslo, memanas bukan hanya karena pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Norwegia dan Israel. Suporter Norwegia secara masif menunjukkan dukungan mereka untuk Palestina, mengubah stadion menjadi panggung solidaritas.
Dukungan tersebut diwujudkan melalui pengibaran bendera Palestina berukuran besar di tribun penonton, serta spanduk bertuliskan pesan kemanusiaan seperti "Let Children Live" (Biarkan Anak-Anak Hidup) dan "Free Palestine" (Bebaskan Palestina). Teriakan pro-Palestina juga menggema sepanjang pertandingan, dan lagu kebangsaan Israel bahkan dicemooh oleh sebagian penggemar sebelum pertandingan dimulai.
Di luar stadion, ratusan demonstran pro-Palestina melakukan aksi jalan kaki dari gedung parlemen Norwegia menuju stadion nasional, membawa bendera Palestina dan menyalakan suar. Aksi ini sempat dibubarkan oleh Polisi Norwegia menggunakan gas air mata, yang berujung pada penangkapan sejumlah demonstran.
Aturan Ketat FIFA Mengenai Politik dalam Sepak Bola
FIFA memiliki regulasi yang sangat ketat terkait larangan penyampaian simbol, pesan, atau gestur berbau politik, ideologis, ofensif, maupun diskriminatif dalam pertandingan sepak bola internasional. Aturan ini bertujuan untuk menjaga netralitas olahraga dan memastikan sepak bola tetap menjadi ajang persatuan.
Larangan tersebut mencakup penggunaan bendera, kaus, nyanyian, dan gestur yang dapat dikaitkan dengan isu politik atau sosial. FIFA menegaskan pentingnya menjaga independensi federasi anggota dari pengaruh pihak ketiga, termasuk pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Peraturan FIFA.
Lebih lanjut, Pasal 4 ayat 5 Law of the Games 2021/2022 yang dirilis IFAB secara tegas melarang atribut yang berkaitan dengan politik serta pandangan pribadi soal politik dan agama dalam sepak bola. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi serius bagi federasi atau klub yang terlibat.
Potensi Sanksi dan Preseden FIFA
Akibat insiden dukungan terhadap Palestina, Norwegia kini menghadapi potensi sanksi dari FIFA yang tengah melakukan penyelidikan. Hukuman yang mungkin dijatuhkan bisa beragam, mulai dari denda dalam jumlah besar hingga pengosongan stadion pada laga berikutnya atau penutupan sebagian area stadion.
Dalam kasus pelanggaran yang dianggap sangat serius, FIFA bahkan dapat mempertimbangkan pembatalan hasil pertandingan. Sanksi administratif juga bisa dijatuhkan kepada Federasi Sepak Bola Norwegia (NFF) jika terbukti lalai dalam mengendalikan perilaku penonton di stadion.
FIFA memiliki preseden panjang dalam menjatuhkan sanksi terkait isu politik. Contohnya, Serbia pernah didenda karena nyanyian dan spanduk bernuansa politik, sementara klub Skotlandia Glasgow Celtic dan klub Irlandia Dundalk FC juga didenda oleh UEFA karena mengibarkan bendera Palestina. Indonesia bahkan pernah dibekukan oleh FIFA pada tahun 2015 karena intervensi pemerintah dalam urusan federasi sepak bolanya.
Sikap Tegas Norwegia dan Desakan Sanksi untuk Israel
Norwegia dikenal sebagai negara yang vokal dalam mengkritik agresi militer di Gaza, bahkan pernah menyuarakan agar Israel dikeluarkan dari kompetisi internasional. Federasi Sepak Bola Norwegia (NFF) menunjukkan komitmennya dengan mengumumkan bahwa seluruh hasil penjualan tiket pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Israel akan disumbangkan untuk upaya kemanusiaan di Gaza.
Presiden NFF, Lise Klaveness, menyatakan bahwa sepak bola harus menjadi jembatan kemanusiaan dan mereka tidak bisa bersikap netral melihat penderitaan warga sipil. Klaveness secara pribadi berpendapat bahwa standar yang sama harus diterapkan untuk semua negara, seperti saat Rusia diskors dari sepak bola internasional.
Klaveness, yang juga anggota komite eksekutif UEFA, bahkan menyatakan dalam podcast 'Pop and Politics' bahwa tindakan Israel di Gaza seharusnya membuat tim nasionalnya dilarang mengikuti kualifikasi Piala Dunia, serupa dengan larangan terhadap Rusia sejak invasinya ke Ukraina pada 2022. Desakan untuk skors Israel UEFA ini juga didukung oleh Presiden Federasi Sepak Bola Turki, Ibrahim Haciosmanoglu, yang telah menyurati FIFA dan UEFA.
Reaksi Internasional dan Konsistensi FIFA
Presiden FIFA, Gianni Infantino, sebelumnya telah menyerukan agar para pengunjuk rasa tetap tenang menjelang laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan menyatakan bahwa semua pihak harus mendukung proses perdamaian. Meski banyak tekanan dan kecaman internasional terhadap Israel, UEFA dan FIFA sejauh ini masih melindungi partisipasi tim Israel di kompetisi internasional.
Kebijakan FIFA yang melarang politik dalam sepak bola seringkali disorot sebagai hipokrit, terutama ketika membandingkan respons terhadap konflik di Palestina dan Ukraina. Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Store, menyebut situasi di Gaza "katastrofik" dan menegaskan dukungan Norwegia kepada pemerintah Palestina, menunjukkan dukungan politik negara terhadap sikap NFF.
Timnas Norwegia sendiri yang diperkuat bintang seperti Erling Haaland, tengah berjuang lolos ke Piala Dunia pertama sejak 1998. Kemenangan dalam pertandingan melawan Israel ini sangat penting untuk mendekatkan mereka pada tiket putaran final di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko tahun depan.