
Kompetisi harga di industri otomotif nasional kian ketat dengan fenomena strategi penurunan harga yang dilakukan sejumlah pabrikan di Indonesia.
Merek asal Jepang seperti Mitsubishi, Toyota, dan Suzuki mengomentari hal ini. Jap Ernando Demily selaku Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM) menyebut bahwa pengalaman kepemilikan bebas khawatir menjadi nilai plus Toyota di Indonesia.
”Toyota percaya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia itu masih membutuhkan total ownership experience. Tentunya dengan kualitas produk yang bisa kita sediakan,” kata Jap di GIIAS 2025, Sabtu (2/8/2025) lalu.

Selaras dengan Toyota, Deputy Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Saputra menjelaskan, kompetisi di sektor otomotif bukan hanya soal harga. Melainkan bisa melalui produk dan pelayanan kepada konsumen.
”Ya, memang salah satu bentuk kompetisi adalah pricing. Tapi kan kompetisi tidak hanya harga saja. Kompetisi juga ada produk, ada di pelayanan, ada namanya layanan purna jual dan lain sebagainya. Pricing hanya salah satu faktor,” ujar Donny beberapa waktu lalu.
Adapun Mitsubishi memastikan tidak akan mengikuti langkah koreksi harga seperti yang dilakukan sejumlah pabrikan. Hal ini disampaikan langsung oleh Irwan Kuncoro, Director of Sales & Marketing Division PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI).
”Kita sejauh ini tetap dengan strategi harga sebagaimana biasanya ya. Bukan berarti terus melihat fenomena perang harga di brand China EV, terus ikut-ikutan. Tidak juga,” ucap Irwan kepada kumparan di GIIAS 2025 lalu.

Sementara, Asosiasi yang menaungi industri roda empat Tanah Air, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) lebih memilih tidak ikut campur.
”Perang harga itu kami dari Gaikindo tidak pernah mau ikut serta, arena itu adalah strategi perusahaan masing-masing. Tidak ada urusannya dengan kami, dan kami tidak boleh ikut campur,” terang Nangoi di GIIAS 2025, Sabtu (2/8/2025) silam.
Ia menambahkan, penurunan harga bisa dinikmati konsumen. “Makin turun harganya mungkin makin bagus buat konsumen, jadi silakan saja,” imbuhnya.

PT Chery Sales Indonesia (CSI) menjadi salah satu Agen Pemegang Merek (APM) yang melakukan penurunan harga. Khususnya pada model Chery C5 dan Chery E5.
Koreksi harga hingga lebih dari Rp 100 juta terjadi pada model Chery Omoda E5 yang dibanderol Rp 505 juta untuk tipe ES. Sejak menghilangkan nomenklatur ’Omoda’ menjadi Chery E5, harganya turun dan dipasarkan seharga Rp 399 juta on the road (OTR) Jakarta.
Sementara, versi berpenggerak mesin konvensional yakni Chery C5 lebih murah Rp 59,9 juta menjadi Rp 349,9 juta dari Rp 409,8 juta pada versi sebelumnya.
“Jadi kita bukan turun harga, kita memang bawa edisi baru, untuk kasus kemarin ya (Omoda C5). Kita yang model ICE dan EV sudah diganti komponennya. Jadi itu satu edisi baru,” ungkap Zheng Suo saat dijumpai di GIIAS 2025, Kamis (25/7/2025) lalu.
Shuo menyebut, adanya opini soal Chery melakukan penurunan harga merupakan ungkapan negatif dari masyarakat. “Tapi memang sentimennya konsumen itu turun harga. Kalau kita lihat spesifikasi dan kursinya berbeda. Jadi bukan turun harga,” imbuhnya.

Produsen yang melakukan penurunan harga bukan hanya Chery. Misalnya MG yang mengoreksi harga MG4 EV dari Rp 600 jutaan menjadi Rp 240 jutaan akibat perakitan lokal.
Kemudian, BAIC dan Jetour turut menurunkan harga SUV bermesin konvensional mereka. Sehingga, memiliki banderol lebih kompetitif untuk bersaing di pasar.
Salah satu pabrikan Jepang yang melancarkan strategi ini adalah Honda. Jenama berlogo ‘H’ tegak itu memangkas harga Honda HR-V. Sebelum facelift, varian tertinggi yakni HR-V Turbo RS dibanderol Rp 551,4 juta, kemudian turun menjadi Rp 488 juta dengan adopsi mesin hybrid.