Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa sebelum Indonesia menggencarkan program hilirisasi di dalam negeri, banyak mineral ikutan yang berharga dan belum diolah ikut terangkut ke luar negeri bersama dengan mineral mentah atau konsentrat yang diekspor.
Bahkan, mineral mentah yang diekspor RI ternyata mengandung puluhan ton emas per tahunnya. Hal ini akhirnya baru bisa dinikmati Indonesia ketika program hilirisasi dijalankan, sehingga pengolahan dan pemurnian mineral dilakukan di dalam negeri dan Indonesia pun ternyata bisa menghasilkan emas batangan hingga puluhan-ratusan ton per tahun.
Hal ini seperti yang terdapat pada kandungan konsentrat tembaga milik PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Ketika belum ada kewajiban membangun smelter atau hilirisasi di dalam negeri, kedua perusahaan tambang itu masih diizinkan ekspor konsentrat, sehingga mineral ikutannya juga ikut terangkut ke luar negeri, tidak diolah di dalam negeri terlebih dahulu.
Akibatnya, Indonesia tak tahu pasti berapa banyak mineral ikutan, termasuk emas yang terkandung di dalamnya.
Namun kini, setelah ada kewajiban hilirisasi, ternyata kedua perusahaan itu bisa menghasilkan hingga 80 ton emas per tahunnya.
"Dulu kita tidak bisa mengekstrak, waktu Menterinya Pak Jero Wacik, dulu konsentrat Freeport itu kita ekspor mentahnya aja. Kita nggak bisa tahu berapa emas dan tembaga yang ada di situ," kata Bahlil dalam acara Minerba Convex, di JCC, Rabu (15/10/2025).
Pihaknya memperhitungkan, dari sekitar 3 juta ton konsentrat tembaga yang dihasilkan PT Freeport Indonesia (PTFI), ternyata mengandung 50-60 ton emas per tahun. Sementara itu, dari 900 ribu hingga 1 juta ton konsentrat tembaga yang diolah PT Amman Mineral Nusa Tenggara, juga menghasilkan 18-20 ton emas setiap tahunnya.
Jika dijumlah, dua raksasa tambang ini memproduksi sekitar 70-80 ton emas per tahun.
Bahlil menegaskan, keberhasilan hilirisasi ini menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan sumber daya alam di dalam negeri bisa memberikan manfaat ekonomi jauh lebih besar dibanding sekadar menjual bahan mentah.
"Dulunya ini nggak ada, inilah kekayaan kita yang harus kita kelola secara baik, Bapak-Ibu semua," tambahnya.
Setelah kebijakan hilirisasi dijalankan, Indonesia sudah memiliki smelter modern berskala dunia, termasuk milik Freeport di Gresik, Jawa Timur, yang baru rampung dibangun dengan investasi sekitar US$ 3 miliar.
"Sekarang dengan konsep hilirisasi, kita mampu melahirkan smelter yang sekarang sudah Freeport bangun di Gresik. Total investasinya US$ 3 miliar dan itu adalah pabrik smelter single line pertama terbesar di dunia," paparnya.
Selain emas dan tembaga, pemerintah juga tengah mendorong hilirisasi di sektor lain seperti bauksit, timah, dan nikel, untuk memperkuat industri nasional dan menciptakan lapangan kerja di daerah penghasil tambang.
Kebijakan ini, kata Bahlil, bukan untuk mendorong perekonomian, tapi juga kedaulatan bangsa. Dengan mengolah hasil tambang di tanah air, Indonesia dinilai tak hanya menjadi pemasok bahan mentah bagi negara industri, melainkan produsen bernilai tambah tinggi di pasar global.
Kini, emas yang dulu lari keluar negeri, sudah bisa dinikmati di dalam negeri. Hal itu dinilai menjadi permulaan dari arah baru pengelolaan tambang di Indonesia.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 52% Proyek Hilirisasi Prabowo untuk Nikel Cs, Tembus Rp 322 Triliun