
TRADISI sembahyang Rebut, atau Chit Ngiat Pan untuk arwah-arwah gentayangan kembali di gelar di Kelenteng Lo Hap Miau di Desa Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Tradisi ini berlangsung secara meriah dengan adanya Replika Perahu 12,7 meter dan patung setinggi 13 meter.
Dalam tradisi sembahyang itu, mereka memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberikan kebaikan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
Tradisi sembahyang Rebut atau Hari Chit Ngiat Pan dilaksanakan pertengahan bulan ketujuh kalender Imlek. Menurut kepercayaan warga tionghoa pada tanggal 15 bulan ke-7 kelander Imlek disebut dengan bulan hantu. Saat itulah pintu akhirat terbuka lebar.
Tradisi itu, berlangsung secara meriah dengan adanya replika perahu Sepanjang 13 meter, disampingnya, terdapat patung Tai Se Ja setinggi 12,7 meter yang memiliki arti raja akhirat yang akan mengurus arwah gentayangan.
sementara, beberapa bahan pokok dalam jumlah melimpah disiapkan untuk di bagikan kepada masyarakat.
Ritual sembahyang Rebut diawali dengan rebutan bahan pokok yang disediakan di atas altar.
"Nanti kalau makanan yang disajikan di atas altar sudah dimakan para arwah, barulah masyarakat boleh berebut mendapatkannya," kata Darwin Ketua Panitia Sembahyang Rebut, Sabtu (6/9) malam
Acara puncak sembahyang Rebut, tepat pukul 12.00 malam, dengan membakar patung Tai Se Ja dan replika perahu sebagai simbol para arwah gentayangan dibawa kembali oleh dewa.
Ia mengaku ribuan warga sekitar turut menghadiri ritual tahunan ini, tidak hanya umat konghucu, tetapi semua etnis menyatu sehingga tolerasi umat beragama begitu kentara.
Sementara Bambang Patijaya, salah satu warga etnis tionghoa, mengaku sengaja datang untuk sembahyang dan melihat tradisi tersebut.
"Sembahyang Rebut ini, sembahyangnya Arwah. Setiap tahun selalu ramai, budaya etnis tionghoa ini momen kebersamaan semua berbaur, tongin jit dong atau cina melayu sama," kata Bambang. (RF/E-4)