Liputan6.com, Jakarta Efek putus cinta bagi sebagian orang terasa menyakitkan. Emosi naik turun, sulit konsentrasi dan rasa-rasanya hidup juga ikutan morat-marit. Kenapa bisa begitu ya?
Ternyata ini karena putus cinta memengaruhi cara kerja otak dan tubuh. Rasa kehilangan yang muncul setelah putus cinta dapat memicu reaksi yang serupa dengan rasa sakit fisik seperti disampaikan neurosaintis Nicole Vignola.
Secara neurologis, Vignola mengatakan, putus cinta memicu gejolak emosi yang hebat. Dimana membuat orang tenggelam dalam kesedihan, putus asa dan ingin mendapatkannya kembali. Di waktu yang lain mati rasa. Tak lama, lalu mendapati diri Anda dengan marah menelusuri pesan-pesan lama saat masih bersama.
"Jika merasa 'Kok tidak seperti biasanya ya?' Itu memang efek dari patah hati. Hal ini menyebabkan perubahan neurokimia dalam Anda," jelas Vignola mengutip Women's Health, Minggu, 10 Agustus 2025.
Kondisi Otak Saat Masih Bersama
Saat seseorang berada dalam sebuah hubungan, hormon dopamin dan serotonin seimbang. Dopamin memicu kegembiraan, antisipasi, dan motivasi, sementara serotonin menstabilkan suasana hati, mengurangi kecemasan, dan menumbuhkan rasa aman secara emosional.
Namun, dopamin dan serotonin memiliki hubungan terbalik dalam sistem otak. Ketika dopamin meningkat, serotonin cenderung menurun. Hal ini terjadi karena kedua neurotransmiter bersaing untuk mendapatkan sumber daya biokimia yang sama – khususnya, enzim yang dibutuhkan untuk mengubah triptofan (prekursor serotonin) dan tirosin (prekursor dopamin) menjadi bentuk aktifnya.
"Ketika tubuh memprioritaskan produksi dopamin maka sintesis serotonin dapat terganggu. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan emosi dan pola pikir obsesif," jelas Vignola.
Saat Putus, Hormon Dopamin Melonjak
Saat putus cinta, hormon dopamin yang menyeabbkan antisipasi melonjak. Tubuh seperti mengirimkan sinyal ada ancama dalam hidup.
"Ini karena otak Anda menganggap kehilangan sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup," jelas Vignola.
Hal tersebut terjadi karena saat menjalin sebuah hubungan yang nyaman maka membuat individu di dalamnya merasa nyaman. Ketika hal itu direnggut maka akan menyebabkan sistem dalam tubuh untuk merenggutnya kembali.
"Ini kenapa usai putus ada dorongan yang kuat untuk mengetahui kehidupan mantan pasangan di media sosial, membaca ulang pesan-pesan yang lama, mengalisis setiap interaksi terakhir," kata Vignola.