Liputan6.com, Jakarta Legenda Manchester United, Paul Scholes, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan transfer klub lamanya. Ia mengaku bingung dengan keputusan manajemen yang melepas Rasmus Hojlund lalu mendatangkan Benjamin Sesko.
Menurut Scholes, langkah tersebut menunjukkan kurangnya perencanaan matang dalam membangun lini depan United. Padahal, situasi serupa sebelumnya pernah membuat pemain muda kesulitan beradaptasi di Old Trafford.
Hojlund sendiri meninggalkan United pada musim panas lalu setelah dua musim yang tidak begitu mengesankan. Ia kini tampil gemilang bersama Napoli di bawah asuhan Antonio Conte dengan torehan empat gol dari enam pertandingan.
Namun, Scholes menilai kedatangan Sesko justru mengulang kesalahan yang sama. Ia mempertanyakan di mana letak logika dalam strategi transfer yang dilakukan manajemen klub.
Scholes Pertanyakan Logika Rekrutmen United
Paul Scholes merasa heran melihat arah kebijakan transfer Manchester United di bursa musim panas. Klub melepas Rasmus Hojlund yang masih berusia muda, lalu menggantikannya dengan Benjamin Sesko yang memiliki profil serupa.
Menurutnya, keputusan itu memperlihatkan bahwa manajemen klub tidak belajar dari kesalahan sebelumnya. Scholes menilai beban besar yang dulu dipikul Hojlund kini justru dialihkan ke pundak Sesko.
“Lihat saja Hojlund, anak 22 tahun yang datang saat berusia 20 tahun,” ujar Scholes dalam podcast The Good, The Bad and The Football. “Dia satu-satunya penyerang tengah di United, semua tekanan ada padanya, dan dia tidak bisa menanganinya.”
“Musim panas ini apa yang mereka lakukan? Mereka melepaskannya dan membeli pemain lain yang sama persis! Sama-sama 22 tahun,” lanjut Scholes. “Dia memang memulai dengan baik, tapi di mana akal sehat dalam keputusan itu?”
Membandingkan Era Solskjaer di 1990-an
Scholes kemudian membandingkan situasi Hojlund dan Sesko dengan masa lalu saat United merekrut Ole Gunnar Solskjaer dari Molde pada 1996. Kala itu, skuad Setan Merah memiliki banyak pilihan penyerang berpengalaman seperti Eric Cantona dan Andy Cole.
Menurutnya, kondisi tersebut membantu Solskjaer berkembang tanpa tekanan besar. Scholes menilai United saat ini justru menempatkan pemain muda dalam situasi sulit tanpa pelapis yang memadai.
“Itu seperti Ole datang kepada kami saat berusia 22 tahun dan tidak ada penyerang lain, lalu dia harus bermain setiap pekan,” kata Scholes. “Kamu akan menghancurkannya!”
Scholes menilai sistem saat itu jauh lebih sehat bagi pemain muda. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pemain muda dan pemain senior agar para talenta baru bisa berkembang dengan baik.
Nicky Butt Dukung Pandangan Scholes
Dalam perbincangan yang sama, mantan rekan setim Scholes, Nicky Butt, turut memberikan pandangannya. Ia sepakat bahwa generasi muda United saat ini menghadapi tekanan yang jauh lebih besar dibanding era mereka.
Butt menyebut, ketika dirinya dan Scholes muncul dari akademi, mereka tidak langsung menjadi andalan utama. Mereka dikelilingi pemain hebat yang membantu menanggung beban di lapangan.
“Itu juga terjadi pada kami dulu,” ujar Butt. “Semua orang membicarakan generasi kami, tapi kami tidak bermain di setiap pertandingan. Tekanan tidak sepenuhnya berada di pundak kami.”
“Kamu menoleh ke kiri dan melihat Roy Keane, menoleh ke kanan dan ada Bryan Robson atau Brian McClair,” lanjutnya. “Kamu dikelilingi pemain luar biasa dan tahu bahwa bermain 6 dari 10 pun kami tetap bisa menang karena ada mereka. Sekarang, para pemain muda tidak punya itu, dan saya merasa kasihan pada mereka.”
Sumber: Metro