Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tetap menghukum bos maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie, dengan pidana 14 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Majelis Hakim menyatakan Hendry Lie terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun itu.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun," demikian bunyi putusan banding, dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Senin (11/8).
Majelis Hakim banding juga menghukum Hendry Lie dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Putusan itu diketok oleh Albertina Ho selaku Ketua Majelis Hakim, dengan dua orang hakim anggota, yakni Tahsin dan Agung Iswanto. Putusan tersebut diucapkan pada Jumat (8/8) lalu.
Majelis Hakim di tingkat banding mengubah putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Nomor: 23/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst tanggal 12 Juni 2025 yang dimintakan banding mengenai pidana tambahan pembayaran uang pengganti dan status barang bukti.
Hendry Lie juga dihukum pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1.052.577.589.599,019 (Rp 1,05 triliun).
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 8 tahun," lanjut bunyi putusan tersebut.
Dalam putusannya itu, Majelis Hakim juga menetapkan barang bukti seperti tanah dan bangunan di Desa Canggu, Bali, satu bidang tanah dan bangunan di Perumahan Spring Villa Jalan Spring Garden 1, Tangerang, 9 tempat tidur, hingga sejumlah barang elektronik seperti AC, kulkas, dan TV dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.
Dalam kasus tersebut, Hendry Lie didakwa terlibat dan memperkaya diri sendiri hingga Rp 1,05 triliun.
"Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak-tidaknya Rp 1.059.577.589.599.19," kata jaksa membacakan surat dakwaannya, Kamis (30/1) lalu.
Selain itu, jaksa juga menyebut Hendry Lie melakukan korupsi bersama-sama General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina, Marketing PT Tinindo Internusa 2008–2018 Fandy Lingga, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT) Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis yang mewakili PT RBT.
Hendry Lie juga didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan terdakwa lainnya dalam kasus ini yang sudah menjalani persidangan, yakni Tamron alias Aon, Hasan Thjie, Kwan Yung, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Robert Indarto, Suranto Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar.
Adapun dalam kasus tersebut, Kejagung juga telah menjerat 22 orang sebagai tersangka. Banyak di antaranya yang juga sudah masuk tahap persidangan, termasuk Harvey Moeis dan crazy rich PIK Helena Lim.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah terbukti mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.